Nasihat Untuk Suami Isteri
NASIHAT UNTUK SUAMI ISTERI
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
1. Bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam keadaan bersama maupun sendiri
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertaqwalah kepada Allah dimana saja kamu berada, dan iringilah perbuatan buruk dengan amal kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskannya, dan bergaullah bersama manusia dengan akhlak yang baik.”[1]
Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah di mana saja; apakah di rumah, di jalan, di pasar, atau di kantor. Di mana saja seorang hamba berada, ia harus bertaqwa dengan melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhkan larangan-larangannya. Dan seorang hamba harus senantiasa merasa diawasi oleh Allah ‘Azza wa Jalla, baik dalam keadaan sendiri maupun dalam keadaan bersama orang lain.
2. Wajib menegakkan ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan menjaga batas-batas Allah ‘Azza wa Jalla di dalam keluarga.
Setiap muslim harus berusaha menegakkan syari’at Islam dalam rumah tangganya, karena setiap kepala rumah tangga wajib menjaga diri dan keluarganya dari api Neraka, menjaga batas-batas Allah, dan menjauhkan perbuatan syirik dan bid’ah.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اِحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ
“Jagalah (batas-batas) Allah, niscaya Allah akan menjagamu”[2]
3. Melaksanakan kewajiban terhadap Allah ‘Azza wa Jalla dan minta tolong kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Setiap keluarga wajib melaksanakan tauhid kepada Allah, menjauhkan kesyirikan, melaksanakan Sunnah dan menjauhkan bid’ah. Setiap suami wajib mengajak isteri dan anaknya untuk mentauhidkan Allah, karena dasar kebahagiaan dunia dan akhirat adalah dengan tauhid kepada Allah, kemudian melaksanakan shalat yang lima waktu, juga melaksanakan sunnah-sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Laki-laki wajib mengerjakan shalat lima waktu di masjid secara berjama’ah. Dan seorang isteri wajib melaksanakan shalat tepat pada waktunya.
Suami dan isteri harus berlomba-lomba dalam melakukan amal shalih, berbuat kebajikan yang di-syari’atkan Allah dan Rasul-Nya -baik yang wajib maupun sunnah- dan melaksanakannya dengan ikhlas semata-mata karena Allah serta mengikuti contoh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Apabila hal ini dilaksanakan dengan ikhlas dan mengikuti Sunnah, maka Allah akan menghidupkan keluarganya dengan kehidupan yang baik dan bahagia.
Allah Ta’ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [An-Nahl/16 : 97]
4. Menegakkan shalat-shalat sunnah terutama shalat malam
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا أَيْقَظَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّيَا –أَوْ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَمِيْعًا– كُتِبَ مِنَ الذَّاكِرِيْنَ اللهَ وَالذَّاكِرَاتِ
“Apabila seorang suami membangunkan isterinya di malam hari, lalu keduanya shalat -atau masing-masing melakukan shalat dua raka’at- maka keduanya dicatat sebagai laki-laki dan wanita yang banyak mengingat Allah.”[3]
Juga sabda beliau ‘alaihish shalaatu was salaam,
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ فَإِنْ أَبَتْ رَشَّ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ. رَحِمَ اللهُ امْرَأَةٌ قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى رَشَّتْ فِيْ وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun di tengah malam lalu shalat dan membangunkan isterinya lalu isterinya pun shalat. Jika isterinya enggan, maka ia memercikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang isteri yang bangun di tengah malam lalu shalat dan membangunkan suaminya lalu suaminya pun shalat. Jika suaminya enggan, maka ia memercikkan air ke wajahnya.”[4]
5. Perbanyak berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla
Bacalah Al-Qur-an setiap hari di rumah terutama surat al-Baqarah.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اِقْرَؤُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا ِلأَصْحَابِهِ، اِقْرَؤُوا الزَّهْرَاوَيْنِ: اَلْبَقَرَةَ وَسُوْرَةَ آلِ عِمْرَانَ، فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا. اِقْرَؤُوْا سُوْرَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ، وَلاَ تَسْتَطِيْعُهَا الْبَطَلَةُ.
“Bacalah Al-Qur-an, sesungguhnya ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada para pembacanya. Bacalah az-Zahrawain (dua bunga): surat al-Baqarah dan Ali ‘Imran, karena keduanya akan datang pada hari Kiamat seperti dua naungan atau keduanya seperti kelompok burung yang mem-bentangkan sayapnya untuk membela pembacanya. Bacalah surat al-Baqarah, karena mengambilnya adalah kebaikan dan meninggalkannya adalah kerugian, juga tukang-tukang sihir tidak mampu mengalahkannya.”[5]
Bacalah pula do’a-do’a dan dzikir-dzikir yang telah diajarkan oleh Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Seperti membaca dzikir-dzikir seusai shalat wajib lima waktu, juga membaca dzikir pagi dan petang agar kita mendapatkan ketenangan dan terhindar dari gangguan syaitan.
Ingatlah bahwa syaitan tidak akan senang kepada keutuhan rumah tangga dan syaitan selalu berusaha mencerai-beraikan suami isteri.
6. Bersabar atas musibah yang menimpa dan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik baginya dan hal itu tidak diberikan melainkan kepada seorang mukmin. Apabila ia diberi kesenangan, ia bersyukur dan itu baik baginya dan apabila ditimpa musibah ia bersabar dan itu pun baik baginya.”[6]
7. Terus-menerus berintropeksi antara suami isteri, saling menasehati, tolong-menolong dan saling memaafkan serta mendo’akan. Jangan egois dan gengsi.
Allah Ta’ala berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” [Al-A’raaf/7 : 199]
Juga firman-Nya:
وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” [Al-‘Ashr/103 : 1-3]
8. Banyak bershadaqah/berinfaq.
Setiap suami dan isteri dianjurkan untuk banyak shadaqah, karena shadaqah akan menghapuskan kesalahan-kesalahan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
… وَالصَّدَقَةُ تُطْفِىءُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِىءُ الْمَاءُ النَّارَ…
“… Shadaqah dapat menghapus kesalahan sebagai-mana air dapat memadamkan api…”[7]
Shadaqah yang dimaksudkan di sini adalah harta yang dikeluarkan selain zakat. Ketahuilah bahwa sha-daqah banyak sekali manfaatnya, seperti membersihkan harta, melapangkan dada, menambah rizki, meng-hapuskan dosa dan lainnya.
Ketika Allah Ta’ala menyebutkan tentang orang-orang yang bahagia, yang pertama disebutkan adalah orang-orang yang bershadaqah. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الْمُصَّدِّقِينَ وَالْمُصَّدِّقَاتِ وَأَقْرَضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah, baik laki-laki maupun perempuan, dan meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka; dan mereka akan mendapat pahala yang mulia.” [Al-Hadiid/57 : 18]
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan bagi wanita untuk banyak shadaqah, karena kaum wanita paling banyak menjadi penghuni Neraka. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَلَوْ مِنْ حُلِيِّكُنَّ، فَإِنَّكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ جَهَنَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Wahai kaum wanita, bershadaqahlah! Meskipun dengan perhiasan kalian. Sesungguhnya pada hari Kiamat kalian adalah penghuni Neraka yang paling banyak.”[8]
Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ اْلاِسْتِغْفَارَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ إِنَّ كُنَّ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَمَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَغْلَبَ لِذِي لُبٍّ مِنْكُنَّ.أَمَّا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَالدِّيْنِ فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ تَعْدِلُ شَهَادَةَ رَجُلٍ فَهَذَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَتَمْكُثُ اللَّيَالِي مَا تُصَلِّى وَتُفْطِرُ فِي رَمَضَانَ فَهَذَا نُقْصَانُ الدِّيْنِ.
“Wahai wanita, bersedekahlah dan perbanyaklah beristighfar (minta ampun kepada Allah) karena sungguh aku melihat kalian sebagai penghuni Neraka yang paling banyak. Sesungguhnya kalian banyak melaknat dan banyak mengingkari kebaikan. Belum pernah aku melihat orang yang kurang akal dan agama dapat mengalahkan laki-laki yang ber-akal daripada kalian. Adapun kurangnya akal karena persaksian dua orang wanita setara dengan persaksian seorang laki-laki, inilah kekurangan akalnya. Dan seorang wanita berdiam diri selama beberapa malam dengan tidak shalat serta tidak berpuasa di bulan Ramadhan (karena haidh), inilah kekurangan dalam agamanya.”[9]
Akan tetapi yang perlu diingat apabila seorang isteri hendak bershadaqah haruslah dengan izin suaminya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
لاَ يَجُوْزُ لاِمْرَأَةٍ عَطِيَّةٌ إِلاَّ بِإِذْنِ زَوْجِهَا
“Seorang isteri tidak boleh bershadaqah kecuali dengan izin suaminya.”[10]
9. Jauhkanlah perbuatan dosa dan maksiat, karena dosa dan maksiat akan merusak hati, akal, tubuh, hingga rumah tangga.
Jauhkanlah perbuatan dosa dan maksiat, seperti berbuat kesyirikan, mengamalkan bid’ah, meninggalkan shalat, mendengar atau memainkan musik, meminum khamr, mengisap rokok, berbuat ghibah, membuka aurat, dan lain-lainnya.
Jangan sekali-kali menganggap remeh perbuatan dosa dan maksiat, karena keduanya akan mendatangkan bencana dalam rumah tangga.
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullaah telah menyebutkan banyak sekali akibat dari per-buatan dosa dan maksiat, dalam kitabnya “Ad-Daa’ wad Dawaa” (Penyakit dan Obatnya).
[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor – Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa’dah 1427H/Desember 2006]
_______
Footnote
[1] Hadits hasan: HR. Ahmad (V/153, 158, 177, 236), at-Tirmidzi (no. 1987), ad-Darimi (II/323), al-Hakim (I/54), ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (XX/295, 296, 297) dari Sahabat Abu Dzarr dan Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhuma.
[2] Hadits shahih: Diriwayatkan at-Tirmidzi (no. 2516). Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 7957).
[3] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1309) dan Ibnu Majah (no. 1335). Lihat Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1098).
[4] Hadits hasan shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1308) dan Ibnu Majah (no. 1336). Lihat Shahih Sunan Ibni Majah (no. 1099).
[5] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 804).
[6] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2999), dari Shahabat Shuhaib radhiyallaahu ‘anhu.
[7] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/231), at-Tirmidzi (no. 2616) dan Ibnu Majah (no. 3973), dari Shahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu.
[8] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 635), Ahmad (I/425, 433), al-Hakim (IV/603), Ibnu Hibban (no. 4234) dari Zainab, isteri Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhuma.
[9] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 79) dan Ibnu Majah (no. 4003), dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma. Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 7980).
[10] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3547), an-Nasa-i (V/65-66, VI/278-279) dan Ahmad (II/179, 184, 207) dari Shahabat Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1363-nasihat-untuk-suami-isteri.html